Bagaimana rasanya bila kalimat di atas dialami oleh para ikhwan? Bisa saja langit terasa runtuh, hati berkeping-keping, terlebih lagi sudah menunggu selama 6 tahun? Sang pujaan hati yang kita harapkan menjadi teman setia dalam mengarungi perjalanan hidup menampik khitbah kita. Segala asa yang pernah coba ditambatkan akhirnya karam. Cinta suci sang ikhwan bertepuk sebelah tangan.
Ya drama kehidupan menuju maghligai pelaminan memang beragam. Ada yang menjalaninya dengan smooth, amat mulus, tapi ada yang berliku penuh onak duri, bahkan ada yang pupus ditengah perjalanan karena cintanya tak bertaut dalam maghligai pernikahan.
Ini bukan saja dialami oleh para ikhwan, kaum akhwat pun bisa mengalaminya. Bedanya, para ikhwan mengalami secara langsung karena posisi mereka sebagai subyek/pelaku aktif dalam proses melamar. Sehingga getirnya kegagalan cinta seandainya memang terasa getir langsung terasa. Sedangkan kaum akhwat perasaanya lebih aman tersembunyi karena mereka umumnya berposisi pasif, menunggu pinangan. Tapi manakala sang ikhwan yang didamba memilih berlabuh dihati yang lain kekecewaan juga merebak dihati mereka.
Agar kegagalan mengkhitbah tidak menjadi petaka, maka ikhwan dan akhwat, persiapkanlah diri sebaik-baiknya, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
Percayai pada Qada-Nya
Manusia tidak suka dengan penolakan. Ia ingin semua keinginannya selalu terpenuhi. Padahal ditolak adalah salah satu bagian dari kehidupan kita. Kata seorang kawan, hidup itu adakalanya tidak bisa memilih. Perkataan itu benar adanya, cobalah kita renungkan, kita lahir kedunia ini tanpa ada pilihan; terlahir sebagai seorang pria atau wanita, berkulit coklat atau putih, berbeda suku bangsa, dsb. Demikian pula rezeki dan jodoh adalah hal yang berada di luar pilihan kita. Man propose, god dispose. Kita hanya bisa menduga dan berikhtiar, tapi Allah jua yang menentukan.
Bersiap untuk diterima atau ditolak
Hanya ada 2 kemungkinan ketika kita mengkhitbah akhwat, yaitu diterima/ditolak. Jadi kita harus siap dengan 2 kemungkinan tersebut. Selama ini banyak diantara kita yang belum siap untuk merasa kecewa. Dan ketika impian itu berakhir kita seperti terhempas. Tidak percaya bahwa itu bisa terjadi, ada akhwat yang ‘berani’ menolak pinangan kita. Akhi dan ukhti, jangan biarkan angan-angan membuai kita dan membuat diri menjadi panjang angan-angan. Sadarilah semakin tinggi angan membuai kita, semakin sakit manakala tak tergapai dan akhirnya terjatuh.
“Menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya urusannya seluruhnya baik dan tidaklah hal itu dimiliki oleh seseorang kecuali bagi seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur maka hal itu baik baginya, dan jika menderita kesusahan ia bersabar maka hal itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim)
Ditolak bukan aib lho
Ditolak?? Emang enak! Wah, mungkin demikian pikiran sebagian ikhwan. Malu, kesal dan kecewa menjadi satu. Tapi itulah bentuk ‘perjuangan’ menuju pernikahan. Kita tidak akan pernah tahu apakah sang pujaan menerima atau menolak kita, kecuali setelah mengajukan pinangan padanya. Manakala ditolak tidak usah malu, bukan cuma kita yang pernah ditolak, banyak ikhwan yang ‘senasib’ dan ‘sependeritaan’. Bukankah apa yang kita lakukan adalah sesuatu yang benar? Mengapa mesti malu.
Hargai keputusannya
Marah-marah karena lamaran tertolak? Mendoakan keburukan pada akwat yang menolak kita? Itu bukan sikap seorang muslim yang baik. Tidak ada yang bisa melarang seseorang untuk jatuh cinta maupun menolak cinta. Sebagaimana kita punya hak untuk mencintai dan melamar orang, maka ada pula hak yang diberikan agama pada orang lain untuk menolak pinangan kita. Bahkan dalam kehidupan rumah tangga pun seorang suami dan istri diberikan hak oleh Allah SWT untuk membatalkan sebuah ikatan pernikahan.
Cinta membutuhkan waktu
Maukah ukhti menjadi istri saya? Saya tunggu jawaban ukhti dalam waktu 1 X 24 jam!” Masya Allah, cinta bukanlah martabak telor yang bisa di tunggu waktu matangnya. Ia berproses, apalagi berbicara rumah tangga, pastinya banyak pertimbangan- pertimbangan yang harus dipikirkan. Ada unsur keluarga yang harus berperan. Selain juga ada pilihan-pilihan yang mungkin bisa diambil. Biarkanlah ia berpikir dengan jernih sampai akhirnya ia melahirkan keputusan.
Jangan ke-ge-er-an
Percaya diri itu harus, tapi overselfconfidence adalah kesalahan. Jangan terlalu percaya diri akhi bahwa lamaran antum diterima. Jangan juga terlalu yakin ukhti, bahwa sang pujaan akan datang ke rumah anti. Perjodohan adalah perkara gaib. Tanpa ada seorang pun yang tahu kapan dan dengan siapa kita akan berjodoh. Cinta dan berjodohan tidak mengenal status dan identifikasi fisik. Bukan karena ukhti cantik maka para ikhwan menyukai ukhti. Juga bukan karena akhi seorang aktivis dakwah lalu setiap akhwat mendambakannya. Intinya ‘jangan ke-ge-er-an’ dengan segala title dan atribut yang melekat pada diri kita.
Beri cinta kesempatan (lagi)
“…….dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” ( QS. Yusuf[12]:87 )
Bersedih hati karena gagal bersanding dengan dambaan hati wajar adanya. Tapi bukan alasan untuk menyurutkan langkah berumah tangga. Dunia ini luas, demikian pula dengan orang-orang yang mencintai kita. Bila hari ini Allah belum mempertemukan kita dengan orang yang kita cintai, insyaAllah ia akan datang esok atau lusa, atau kapanpun ia menghendaki, itu adalah bagian dari kekuasaanNya . Cinta juga berproses. Ia membutuhkan waktu. Ia bisa datang dengan cepat tak terduga atau mungkin datang dengan lambat. Beri kesempatan diri kita untuk kembali merasakan kehangatan cinta.
“Jika melamar kepada kalian seseorang yang kalian ridho agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah ia, bila kalian tidak melakukannya maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang nyata” (HR. Turmudzi)
“Wanita dinikahi karena satu dari tiga hal; dinikahi karena hartanya, dinikahi karena kecantikannya, dinikahi karena agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama dan akhlak (mulia) niscaya selamat dirimu.” (HR.Ahmad)
Doa
Semoga Ikrar Pernikahan ini Diberkati-Nya
Semoga Pernikahan ini Senikmat Air Susu, Semanis Anggur dan Halwa
Semoga Pernikahan ini Menawarkan Buah Naungan Layaknya Pohon Kurma.
Semoga Pernikahan ini Penuh Berhias Tawa, Setiap Harinya Bagaikan Sehari di Surga
Semoga Pernikahan ini Menjadi Simbol Cinta dan Kasih Sayang, Segala Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Semoga pernikahan ini Berwajah Indah dan Bernama Baik, Bersambut Pertanda Bulan di Langit Biru Jernih
Tiada Lagi Kata dapat Kuucapkan Untuk Melukiskan, Betapa Alam Ruhaniah Berbaur Dalam Pernikahan ini…
Renungan
• Laki-laki sebagai suami diperintahkan untuk mengabdi kepada Allah, sedangkan seorang perempuan diperintahkan oleh Allah untuk mengabdi kepada sang suami… Maka tatkala sang perempuan membangun pengabdiannya kepada suaminya, hakekatnya dia telah menjadi seorang pengabdi pula kepada Allah Azza wa Jalla…
• Tentulah bentuk pengabdian sang perempuan kepada suaminya tatkala dia telah berhasil mempercayakan sepenuhnya bahwa suaminya menuntun jalan untuk mengenal-Nya… jadi bukan dalam bentuk pengabdian kosong, pengabdian buta, pengabdian tanpa pengetahuan… sebagaimana sang laki-laki pun tidak bisa membangun pengabdian kosong, pengabdian buta, pengabdian tanpa pengetahuan kepada Sang Khaliq nya…
• Ketika seseorang menikah dengan pasangannya… maka keduanya seharusnya membangun persiapan untuk dapat merubah diri lewat kehadiran pasangannya… Akan lahir sebuah mekanisme menakjubkan dari Allah Ta’ala lewat jenjang pernikahan, saling membersihkan diri lewat pasangannya…
• Ketika seseorang menikah dengan pasangannya… maka ego masing-masing pasti akan mengalami sebuah penggerusan, penggerindaan… Allah mendidik kita lewat pernikahan, Allah menghapus sekian keburukan kita lewat pernikahan… karena itu, siap-siaplah berubah… siapkan diri untuk bisa menanggalkan topeng kehidupan kita, dan kelak kita akan menemukan jati diri sebenarnya…
• Maka tatkala sebuah pernikahan tidak dilandasi kesadaran akan ada proses pengguguran sekian ego diri, kesadaran akan prahara yang timbul dalam biduk pernikahan semata2 untuk kesucian diri… maka hancurlah mahligai pernikahan itu…
• Mengapa tampak sedemikan sulitnya jenjang ini? itulah nilai sebuah setengah agama lewat pernikahan..
• Sekali lagi, tidak mudah dunia pernikahan itu bisa kita lalui, maka tanpa hadirnya sebuah kebergantungan kepada Dia Yang Maha mengayomi, hidup akan penuh dengan kepayahan demi kepayahan…
No comments:
Post a Comment
Silakan sobat berkomentar, tanya, request atau apapun. namun apabila komentar sobat termasuk dalam kategori tidak beretika dan sejenisnya. komentar tersebut tidak saya publish, karena komentar diblog ini selalu dimoderasi oleh admin :D